Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Universitas diharapkan mampu mendorong peningkatan akreditasi institusi, fakultas bahkan di level paling bawah yaitu jurusan/program studi. Pada sisi lain akan meningkatkan martabat bangsa dan negara di mata dunia. Mengingat penemuan, inovasi, merupakan salah satu upaya negara memberikan solusi atas permasalahan yang terjadi di negaranya. Semakin banyak dosen, mahasiswa dan masyarakat yang sadar akan pentingnya HKI dan melakukan penelitian atau penemuan, suatu negara semakin berpeluang menjadi negara besar layaknya negara-negara maju.

Dalam hal ini, HKI menjadi sangat penting bagi dosen dan mahasiswa mengingat sebagai civitas akademika, dosen dan mahasiswa identik dengan hasil penelitian. Sosialisasi HKI diharapkan memberi semangat untuk mendaftarkan karya-karya akademik ke Kementerian Hukum dan HAM. Sehingga, para dosen memperoleh hak cipta dan hak paten secara hukum. Sisi lain, hak cipta akan memberikan perlindungan karya dosen, apabila karyanya di jiplak. HKI tidak hanya dikhususkan bagi para dosen. Melainkan untuk semua masyarakat. Termasuk mahasiswa yang melakukan hasil penemuan dan menciptakan hasil karya inovasi. Sayangnya, banyak hasil penemuan, baik dari dosen, mahasiswa dan masyarakat namun belum memperoleh HKI. Dampaknya, hasil penemuan tersebut banyak berakhir dalam bentuk tumpukan dokumen.

Namun, bagaimana untuk meningkatkan kualitas, kuantitas, serta produktivitas dosen, mahasiswa, dan atau civitas akademika dalam mewujudkan Tri Dharma PerguruanTinggi, terutama pada penciptaan luaran hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang berbasis kekayaan intelektual? Hal inilah yang sangat penting untuk dipahami oleh civitas akademika kampus dari jajaran universitas sampai pada level program studi, sebagai kaum intelektual yang selalu dituntut untuk kreatif dan inovatif.

Terkait paparan di atas sangat tepat bahwa pada tahun 2019 ini LPPM Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) telah memiliki pusat hilirisasi dan hak atas kekayaan intelektual (PHHKI)